Rabu, 26 September 2012

BI Nilai Bank Syariah ’Melanggar’

     JAKARTA-Anda ingin investasi emas? Hati-hatilah dalam memilih produk gadai emas yang dikelola perbankan. Soalnya, dari investigasi yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan bahwa tidak semua bank yang memiliki program gadai emas menjalankan aturan sesuai prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan oleh bank sentral.

Terkait masalah gadai emas ini, BI sudah  sudah memanggil dua bank syariah. Meski hasil pemeriksaan menunjukkan bank syariah tidak melanggar kontrak namun menabrak unsur kehati-hatian. Salah satu bank yang menjadi pasien Bank Indonesia itu adalah BRI Syariah. Satu pasien Bank Indonesia lainnya belum diketahui. 

Terkait sejumlah aduan dari nasabah gadai emas belakangan ini, ada kemungkinan nasabah terbuai oleh janji-janji dalam kegiatan promosi produk. "Nasabah terhanyutkan oleh janji-janji tak tertulis,” kata Direktur Eksekutif Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi 

Namun, janji-janji tak tertulis ini tak bisa jadi landasan untuk menghukum bank. "BI tak lihat apa kata marketing atau agen tetapi surat atau dokumen. Jika ada brosur menyesatkan, kita proses," kata Edy.

Dari pemeriksaan itu, Bank Indonesia menyatakan BRI Syariah tidak melanggar kontrak dengan Butet Kartaredjasa. Sekadar menyegarkan ingatan, masalah gadai emas mencuat setelah seniman Butet Kartaredjasa merasa dirugikan oleh BRI Syariah. Butet adalah nasabah BRI Syariah di Yogyakarta.

Pada Agustu 2011, Butet membeli emas di BRI Syariah sebanyak 4,83 kilogram dan 600 gram. Ia menyetor dana sebesar 10% dari total harga emas. Sisanya dibayarkan secara mencicil tiap empat bulan. Butet juga harus membayar biaya titip (ujroh) lantaran emasnya disimpan di brankas BRI Syariah hingga kontrak berakhir. 

Masalah muncul ketika Butet tak lagi bisa membayar sisa angsurannya. Setelah berkomunikasi dengan BRI Syariah, Butet mengetahui kontraknya telah berakhir. BRI Syariah meminta Butet menebus emas tersebut. Namun, Butet enggan. Alhasil, pada 18 Agustus 2012, BRI Syariah menjual emas tersebut. Butet menuding pemutusan kontrak itu secara sepihak dan tidak memenuhi unsur syariah. 

Edy menerangkan, kontrak gadai emas Butet itu telah jatuh tempo. Ketika itu, lanjutnya, Butet tidak bisa melunasi dan tidak membayar biaya penitipan. "Direksipun akhirnya memutuskan melakukan penghapusan piutang karena inikan sudah menggangu dan bisa masuk ke NPL (kredit bermasalah, Red)," ucapnya dilansir kontan.

Namun, BI menyatakan, BRI Syariah melanggar unsur kehati-hatian. Pasalnya, pembelian emas yang dilakukan Butet dilakukan dengan cara qardh. Secara umum, qardh berarti jual beli atau pengalihan atas hak. Menurut Edy, Bank Indonesia sendiri belum membuat aturan dengan qardh.  Hasil juga menunjukkan perlindungan terhadap konsumen Indonesia masih rendah. Karena itu, Edy mengaku siap memediasi perbankan dan nasabah yang bermasalah.

Atas temuan ini, Bank Indonesia siap menjatuhkan sanksi kepada perbankan syariah itu. Edy tidak secara tegas menyatakan sanksi bagi BRI Syariah tersebut. Namun, menurutnya, ada beberapa sanksi diantaranya tidak diperbolehkan membuka kantor dalam jangka waktur tertentu, dihentikan atau tidak dapat membuat produk baru ataupun sanksi fit and proper test

Terpisah, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat Ecky Awal Mucharam menyatakan beberapa bank syariah ditengarai bermasalah dengan produk gadai emasnya. "Bank Indonesia agar melakukan mediasi antara bank syariah dengan nasabah agar tidak merugikan salah satu pihak," kata Ecky, Selasa (25/9) dilansir tempo.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mempertanyakan kepatuhan syariah (shariah compliance) bank syariah karena praktik yang dilakukan bukanlah gadai emas, melainkan beli - gadai emas. Praktik itu, kata dia, lebih mengarah kepada pembiayaan kepemilikan emas ketimbang gadai. "Rentan praktik spekulasi yang justru bertentangan dengan prinsip syariah," ujar dia. Dia meminta Bank Indonesia menjamin perlindungan konsumen agar tidak melimpahkan kerugian akibat praktik itu kepada nasabah. 

Menurun
Bank Indonesia (BI) mencatat nilai rekening gadai emas perbankan syariah menurun hingga sekitar Rp 4 triliun per Agustus 2012. Hal tersebut ditengarai karena adanya batas plafon gadai emas sebesar Rp 250 juta.

Edy Setiadi menyebutkan angka tersebut menurun bila dibanding posisi Desember 2011 yang sebesar Rp 6,34 triliun. "Gadai emas per Desember (2011) Rp 6 triliun. Sekarang sudah turun mungkin sudah Rp 4 triliun," ujarnya.

Namun, Edy tidak menyebutkan data terbaru jumlah rekening gadai emas yang tercatat, per Agustus 2012. Per Desember 2011, jumlah rekening syariah yang tercatat mencapai 211.214 rekening dengan nilai Rp 6,34 triliun. Edy menjelaskan salah satu penyebab penurunan nilai tersebut adalah akibat diaturnya plafon atas gadai emas sebesar Rp 250 juta pada perbankan syariah. Aturan yang diberlakukan awal tahun ini membuat sebagian besar nasabah tidak bisa lagi menggadaikan emasnya dalam jumlah besar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar